Mengenal Apa Itu Kredit Bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) dan Bagaimana Solusinya di Tengah Pandemi Covid-19

Trisakti Business Law Community
8 min readMar 29, 2022

--

ditulis oleh Finance, Banking & Insurance Division (Andrea Editha Naomi, Adrian Putranto Wibowo, Ammar Abdurrahman Hippy, Chyntia Dewi Rachmawati, Eric Joses Sulaiman) | Senin, 28 Maret 2022

Sumber Gambar: https://www.pinhome.id/kamus-istilah-properti/wp-content/uploads/2021/09/Training-SDM.jpg

Abstrak

Kebutuhan finansial di kalangan masyarakat pada masa seperti ini memang sangat meningkat terutama di negara-negara berkembang, lalu apa yang sekiranya dilakukan para masyarakat dalam menghadapi situsasi seperti ini?, salah satu yang menjadi perhatian adalah peningkatan minat masyarakat untuk mengajukan peminjaman kredit di bank. kredit adalah penyediaan uang berdasarkan persetujuan atas kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit disediakan oleh bank umum konvensional, BPR, dan Pegadaian. Namun, dengan meningkatnya permintaan kredit tersebut timbullah masalah dimana membuat bank kewalahan dalam menangani masalah kredit yang meningkat dan resiko dari peningkatan tersebut yaitu kredit macet. Permasalahan kredit macet merupakan masalah yang serius saat ini bagi bank-bank di Indonesia. Mengingat jumlah nasabah yang semakin meningkat sebanding dengan kebutuhan nasabah yang tidak terbatas dan kurangnya pengetahuan dalam hal perkreditan.

I. Pendahuluan

Seiring dengan adanya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia yang menyebabkan usaha para Debitur yang meminjam kredit di Bank juga turut terdampak sehingga para debitur mengalami kemerosotan penghasilan yang mengakibatkan ketidakmampuan mereka dalam melunasi pinjaman kreditnya kepada Bank. Secara umum kualitas kredit dalam perbankan ada dua golongan yaitu kredit performing loan (tidak bermasalah) dan kredit non performing loan (NPL) atau kredit bermasalah. Penggolongan ini terdapat dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998.

Ketidakmampuan Debitur dalam melunasi kreditnya dapat menyebabkan kualitas kredit menjadi kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang nantinya akan berdampak pada kesehatan bank yang dapat menurun, hal ini mengingat kredit adalah sumber pemasukan utama dari bank. Jenis kualitas kredit dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Lancar

2. Dalam Perhatian Khusus

3. Kurang Lancar

4. Diragukan

5. Macet

Kredit yang masuk dalam golongan lancar dan dalam perhatian khusus dinilai sebagai kredit yang performing loan (tidak bermasalah), sedangkan kredit yang masuk golongan kurang lancar, diragukan dan macet dinilai sebagai kredit non performing loan (kredit bermasalah). Untuk menentukan suatu kualitas kredit masuk ke dalam golongan yang mana, dapat dinilai dari tiga aspek yaitu:

1. Prospek usaha

2. Kondisi keuangan dan penekanan arus kas

3. Kemampuan membayar

Tiga aspek ini merupakan satu kesatuan untuk menilai kualitas kredit, jadi tidak secara parsial misalnya hanya dari kemampuan membayar saja. Meskipun kemampuan membayar lancar namun prospek usaha tidak ada, maka kredit tersebut dapat dinilai non performing loan. Namun untuk menilai kualitas kredit dari prospek usaha dan kondisi keuangan agak sulit dibandingkan menilai kemampuan membayar karena ukurannya jelas yaitu dilihat dari lancar atau tidaknya Debitur tersebut membayar kreditnya.

Pada dasarnya kredit bermasalah atau non performing loan dapat diselesaikan serta diselamatkan, hal ini bergantung pada kondisi kredit bermasalah itu. Apakah Debitur kooperatif, memiliki itikad baik dan usaha Debitur masih memiliki prospek ataukah tidak dalam menyelesaikan kredit bermasalah. Jika Debitur kooperatif dan punya itikad baik dan usahanya masih memiliki prospek maka usaha penyelamatan kredit melalui restrukturisasi dapat ditempuh. Bila Debitur tidak kooperatif dan tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kredit bermasalahnya, maka usaha penyelesaian kredit melalui lembaga-lembaga hukum dapat ditempuh. Dalam hal ini tergantung pada kuat tidaknya perjanjian kredit, pengikatan jaminan serta kondisi fisik serta nilai jaminan karena jaminan inilah satu-satunya sumber pengembalian kredit.

Seiring dengan besarnya dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut membuat suatu peraturan yang mengatur mengenai Restrukturisasi Kredit yaitu sebagai bentuk dan upaya dalam menyelamatkan kredit. Restrukturisasi sendiri adalah upaya yang dilakukan Bank dalam usaha perkreditan agar Debitur dapat memenuhi kewajibannya. Tujuan adanya restrukturisasi kredit adalah untuk menghindarkan kerugian bagi Bank karena Bank harus menjaga kualitas kredit yang telah diberikan, Untuk membantu memperingan kewajiban Debitur, serta menghindari penyelesaian kredit melalui lembaga-lembaga hukum yang memakan waktu yang lama serta hasilnya cenderung lebih rendah daripada piutang yang ditagih. Restrukturisasi kredit diatur dalam POJK Nomor 48 Tahun 2020 yang berlaku sampai dengan Maret 2022. Berikut ini merupakan bentuk penyelamatan kredit melalui restrukturisasi yang ada dalam POJK No. 48/2020.

II. Bentuk Penyelamatan Kredit Melalui Restrukturisasi

1. Penurunan Suku bunga kredit

Melakukan penurunan suku bunga kredit untuk meringankan beban bunga yang harus dibayarkan oleh debitur. Misalkan sebelumnya bunga kredit yang perlu dibayarkan 15% setahun menjadi 10%. Pengurangan ini dilakukan dengan menurunkan bunga kredit sehingga besarnya bunga yang harus dibayar Deditur setiap tanggal pembayaran menjadi lebih kecil dibandingkan dengan suku bunga yang ditetapkan sebelumnya. Hal itu bertujuan agar pendapatan yang diterima debitur bisa dialihkan untuk mengembangkan atau memperlancar usaha. Dengan demikan di akhir debitur tetap dapat membayar kredit.

Penurunan suku bunga kredit dilakukan dengan memperbaharui atau membuat lagi akta yang berkenaan dengan suku bunga kredit. Pasal yang sebelumnya mengatur mengenai suku bunga kredit diubah dan disesuaikan dengan besaran yang baru. Bisa juga dengan adanya penurunan ini bank memberikan syarat tambahan atau merubah syarat yang sebelumnya telah ada. Oleh karena itu harus ditulis dengan jelas pada amandemen atau addendum perjanjian kredit. Penurunan suku bunga kredit ini tidak mengubah perjanjian ikutan lainnya seperti perjanjian pengikatan jaminan.

2. Pengurangan tunggakan bunga kredit

Tunggakan bunga kredit lebih dari 3 kali waktu pembayaran sudah menjadi tanda kredit bermasalah. Dalam kondisi krisis hal tersebut bisa terjadi karena perekonomian yang lesu sehingga usaha yang dijalankan mengalami kegagalan. Pengurangan tunggakan bunga kredit seluruh atau sebagian menjadi salah satu cara menyelamatkan kredit. Contohnya tunggakan bunga kredit 400 juta dikurangi oleh bank menjadi 250 juta. Namun bank tidak mungkin untuk menghapus pinjaman pokok yang diberikan. Dengan pengurangan tunggakan bunga kredit diharapkan debitur bisa kembali melanjutkan usahanya.

Pengurangan tunggakan bunga kredit tidak mengakibatkan perubahan akta perjanjian kredit yang dibuat sebelumnya. Bukti pengurangan tunggakan bunga kredit dikeluarkan oleh bank cukup dengan mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Debitur yang menegaskan pengurangan tersebut.

3. Pengurangan Tunggakan Pokok Kredit

Sejumlah pinjaman uang yang diberikan Kreditur/Bank kepada Debitur inilah yang disebut pokok kredit. Mengenai mekanisme pembayaran pokok kredit sebelumnya telah dilakukan kesepakatan antara Kreditur/Bank dengan Debitur melalui perjanjian kredit. Pengurangan tunggakan pokok merupakan bentuk restrukturisasi kredit yang paling maksimal yang dapat diberikan Bank kepada Debitur karena pengurangan tunggakan pokok biasanya diikuti dengan penghapusan bunga dan denda seluruhnya. Dengan dilakukannya pengurangan tunggakan pokok dapat mengakibatkan asset Bank yang berupa hutang pokok ini tidak kembali dan merupakan kerugian yang besar bagi Bank.

Dalam pengurangan pokok kredit yang harus dibayar, perlu dibuat akta addendum perjanjian kredit yang memuat besarnya pengurangan pokok kredit dan besarnya pokok kredit yang harus dibayar setelah dikurangi. Selain menggunakan addendum, dapat juga dilakukan dengan surat pemberitahuan dari Kreditur yang ditujukan kepada Debitur yang menegaskan hutang pokok yang harus dibayar dikurangi sehingga jumlahnya lebih kecil dari hutang pokok yang tercantum dalam perjanjian kredit. Addendum atau surat pemberitahuan ini merupakan bukti bagi Bank dan Debitur dalam melakukan restrukturisasi dengan fasilitas pengurangan pokok.

4. Perpanjangan Jangka Waktu Kredit

Perpanjangan jangka waktu kredit merupakan bentuk restrukturisasi kredit yang bertujuan memperingan Debitur untuk mengembalikan hutangnya. Misalnya hutang seluruhnya harus dikembalikan selambat-lambatnya pada bulan Januari 2022 diperpanjang menjadi Januari 2023. Dalam memperpanjang jangka waktu kredit maka kualitas kredit Debitur digolongkan menjadi performing loan (tidak bermasalah) dan membuka kesempatan bagi Debitur untuk dapat melanjutkan usahanya.

Akta yang perlu dibuat berkenaan dengan perpanjangan jangka waktu kredit adalah amandemen atau addendum perjanjian kredit. Pasal atau ketentuan yang mengatur jangka waktu kredit dirubah dan ditetapkan kembali dengan memperpanjang jangka waktu pelunasan. Bentuk akta amandemen atau addendum dapat berupa akta dibawah tangan atau akta otentik. Selain berupa amandemen atau addendum dapat berupa surat yang dibuat Bank dan dikirimkan kepada Debitur yang isinya merubah jangka waktu kredit, sebagai tanda persetujuan Debitur dapat menandatangani surat tersebut.

5. Penambahan Fasilitas Kredit

Penambahan fasilitas kredit merupakan strategi peyelamatan kredit. Dimana dengan program ini diharapkan usaha Debitur akan berjalan kembali dan berkembang yang akan menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk mengembalikan hutang lama dan tambahan kredit baru. Dibutuhkan analisa yang cermat dan tepat dengan perhitungan yang tepat terkait prospek usaha Debitur. Karena Debitur harus mampu menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk mengembalikan hutang lama dan tambahan kredit yang baru serta masih bisa menjalankan usahanya. Keputusan penambahan fasilitas kredit ini harus dibuatkan akta perjanjian kredit baru atau addendum terhadap perjanjian kredit lama. Penambahan fasilitas kredit ini mungkin diikuti syarat-syarat tambahan yang harus dimuat dalam perjanjian kredit yang baru atau addendum.

III. Program Restrukturisasi pada Masa Pandemi Covid-19

Untuk merespon pelambatan laju ekonomi akibat dari wabah Covid-19 yang terjadi pada dunia dan berdampak pada Indonesia, maka OJK merespon dengan mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 48 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercylical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Dalam kebijakan ini berfokus untuk memberikan perpanjangan atau restrukturisasi kredit bagi dunia usaha yang terdampak. Fokus kebijakan ini ditujukan bagi UMKM yang memilki kredit kepada lembaga bank atau lembaga pembiayaan dibawah 10 milliar. Namun stimulus ini juga harus terapkan dengan mengedepankan prinsip kehati hatian.

Diungkapkan oleh Ketua Komisioner OJK, Wimboh Santoso bahwa implementasi restrukturisasi kredit berjalan dengan efektif. Data menunjukan, jumlah kredit yang telah direstrukturisasi dengan basis peraturan OJK no 48/2020 per Oktober 2021 mencapai angka Rp 714,01 triliun yang mencangkup 4,5 juta debitur. Sementara restrukturisasi pada lembaga pembiayaan sebesar Rp 216,22 triliun pada 5,19 juta kontrak. Jumlah restrukturisasi ini menunjukan bahwa kebijakan yang diberikan oleh OJK memberikan kelonggaran bagi dunia usaha berjalan dengan baik dan sesuai.

Masa relaksasi restrukturisasi kredit ini berakhir hingga Maret 2022. Tetapi dengan kondisi seperti sekarang ini OJK kembali mengeluarkan kebijakan POJK 17 tahun 2021 dengan memperpanjang masa restrukturisasi hingga Maret 2023. Namun dari sumber terbaru yang dimuat OJK, perekonomian Indonesia sudah mulai menunjukkan peningkatan serta tren penggunaan program restrukturisasi kredit yang sudah menunjukkan penurunan.

“Kini, tren restrukturisasi kredit semakin menurun setelah sempat mencapai rekor sejarah restrukturisasi sekitar Rp 1.000 triliun. Per November 2021, perbankan telah merestrukturisasi 4,22 juta debitur senilai Rp 693,63 triliun.” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana, akan ada normalisasi program restrukturisasi kredit seiring dengan membaiknya roda perekonomian Indonesia dan penurunan tren restrukturisasi. Namun Heru tetap memastikan tarik rem ini akan dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Regulator terus memantau dan memastikan bahwa normalisasi dilakukan secara bertahap dan tidak membuat industri keuangan menjadi tidak stabil.

“Sekarang ini, bagaimana kita menyiapkan perbankan punya strategi ketika OJK mulai menormalisasi kebijakan restrukturisasi. Ini harus benar-benar kita kawal, jangan sampai ada cliff effect saat aturan dicabut industri tidak siap,” ujar Heru kepada Kontan.co.id pada Jumat (7/1).”

IV. Kesimpulan

Setelah meneliti tentang apa itu kredit bermasalah atau non performing loan dan bagaimana solusinya dapat ditarik kesimpulan bahwa di Indonesia masih banyak terjadinya kredit yang bermasalah, lancarnya suatu kredit dapat digolongkan menjadi 5 golongan yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet yang mana kategori kurang lancar, diragukan, dan macet dapat digolongkan kedalam non performing loan atau kredit bermasalah, untuk menentukan kualitas kredit tersebut dalam dilihat dari 3 aspek yaitu prospek usaha, kondisi keuangan, dan kemampuan membayar yang mana 3 aspek itu menjadi satu kesatuan dan tidak bisa dilihat secara parsial saja.

Tetapi ada jalan yang bisa ditempuh jika kredit itu masuk kedalam non performing loan yaitu restrukturisasi kredit, Bentuk restrukturisasi kredit terbagi menjadi 5 bentuk Yaitu penurunan suku bunga kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit, penurunan tunggakan pokok kredit, perpanjangan jangka waktu kredit, dan penambahan fasilitas kredit. jadi diharapkan debitur kooperatif untuk melunasi hutangnya terhadap kreditur dan jika debitur tidak kooperatif dan tidak ada upaya untuk melunasi hutangnya jalur yang ditempuh adalah jalur hukum.

Referensi :

· Peraturan:

POJK No. 48 Tahun 2020 juncto POJK No. 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019.

· Buku:

“Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank” karya Sutarno, S.H., M.M.

“Kredit Macet dan Upaya Penanggulangannya” karya Bachtiar Sibarani, S.H., M.H.

· Artikel:

“Nasib Restrukturisasi Kredit Terdampak Covid-19, Ini Penjelasan OJK” oleh Maizal Waljafri. Diakses (On-line) pada: https://keuangan.kontan.co.id/news/nasib-restrukturisasi-kredit-terdampak-covid-19-ini-penjelasan-ojk

Disunting oleh Professional Media Creator Division (Stella Monica, Cinta Samhita, Ananda Putri Haura, Monnalysa Julyan Chairul & Jihan Nabila Herawati).

--

--