Copyright vs Copyleft
ditulis oleh Intellectual Property Right Division ( Handhina Arianata, Tiffany Suhendra, Salsabila Putri Ananda, Chrystyan Nadin Cleviandra Hidayat & Salsabila Fatin) | Jumat, 14 Mei 2021
Dunia selalu diisi oleh orang-orang yang selalu berimajinasi dan berangan-angan. Mereka sering menuangkan pikirannya menjadi suatu karya yang dapat dinilai oleh orang lain. Karya itu dapat berupa lagu, buku, dan karya seni lainnya yang dapat mendatangkan keuntungan bagi penciptanya, baik berupa nilai moral, maupun nilai ekonomi. Perlindungan bagi suatu ciptaan perlu dilakukan. Hal ini menjadi penting untuk menghindari plagiasi atau penyalahgunaan terhadap suatu kekayaan intelektual. Adanya aturan tentang hak kekayaan intelektual memberikan ruang dan kepastian hukum bagi pencipta terhadap ciptaannya.
Tentunya kita sangat mengenal dengan baik kata copyright. Copyright atau hak cipta adalah suatu hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan itu diwujudkan ke dalam bentuk yang nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebagaimana tertera dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hak Cipta / Copyright meruapakan hak yang sifatnya khusus, istimewa yang diberikan kepada pencipta atau pemegang hak cipta yang artinya orang lain tidak berhak menggunakan tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak terkait, copyright ini bersifat close source.
Ada beberapa jenis copyright, tergantung pada jenis karya yang dilindunginya.
Berikut adalah jenis-jenis copyright :
1. Full Copyright
Full copyright adalah jenis hak cipta yang menunjukkan bahwasannya semua karya yang ada telah dilindungi. Siapapun yang ingin menggunakan karya harus meminta izin langsung dari si pemilik karya. Full copyright memerlukan perizinan yang cukup panjang jika ingin menggunakan karya sepenuhnya.
2. Public Domain
Public domain adalah jenis copyright yang mengalami masa kadaluwarsa setelah bertahun- tahun sejak dilisensikan atau setelah kematian si pencipta karya. Jika hak cipta suatu karya kadaluarsa, maka karya tersebut menjadi public domain sehingga semua orang ini dapat menggunakannya sesuka mereka.
3. Creative Commons
Creative commons sebenarnya adalah lisensi yang diterapkan pada karya yang dilindungi hak cipta. Creative commons tidak terpisah dari copyright, namun jenis hak cipta satu ini adalah cara mudah untuk berbagi karya yang sudah dilisensikan.
Hak Cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak lain yang tidak berhak untuk menyebarkan salinan kartun atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus ciptaan Walt Disney tersebut, namun dalam hal ini tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umumnya.
Di lain sisi, belum banyak dari kita yang mengetahui istilah copyleft. copyleft itu merupakan lawan dari copyright, yang pada awalnya diperoleh dari konsep free software / open source linux Corporation di Amerika. Copyleft ini memnafaatkan aturan dari copyright, namun dalam hal tujuan itu bertolak belakang yang mana copyleft bukan bertujuan menjadi milik pribadi, akan tetapi copyleft ini memberikan izin untuk menjalankan program, melakukan penyalinan, modifikasi, serta mengedarkan hasil modifikasi. Pada dasarnya copyleft ini tidaklah bertentangan dengan perlindungan copyright akan tetapi copyleft ini menghendaki adanya fungsi sosial dari copyright. Lisensi copyleft ini menjamin bahwa setiap pemilik dari salinan karya digital dapat melakukan 3 hal, yatu :
1. Menggunakannya tanpa pembatasan apapun;
2. Melakukan distribusi sebanyakan yang diinginkan;
3. Memodifikasi dengan cara apapun yang dianggap memungkinkan.
Peraturan hak cipta memang tidak selalu berjalan sempurna. Selalu ada penyimpangan bahkan seringkali muncul istilah baru. Contohnya adalah copyleft ini. Penamaan copyleft merupakan lawan dari copyright atau hak cipta. Bukan hanya penamaannya, penggunaan dan penerapannya pun berlawanan dengan hak cipta. Copyleft diperkenalkan oleh Richard Stallman yang merupakan seorang programmer komputer yang bekerja untuk Massachusets Institute of Technology pada akhir tahun 1970.
Copyleft merupakan praktik penggunaan undang-undang hak cipta untuk meniadakan larangan dalam pendistribusian salinan dan versi yang telah dimodifikasi dari suatu karya kepada orang lain dan mengharuskan kebebasan yang sama diterapkan dalam versi-versi selanjutnya. Copyleft timbul karena suatu ciptaan yang tidak diberi perlindungan dan dimodifikasi oleh orang lain. Copyleft ini diterapkan pada hasil karya seperti perangkat lunak, dokumen, musik, dan seni. Jika copyright ini dianggap sebagai suatu cara untuk membatasi hak untuk membuat dan mendistribusikan kembali salinan akan suatu karya, maka lisensi copyleft ini digunakan untuk memastikan bahwa semua orang yang menerima salinan atau versi turunan dari suatu karya dapat menggunakan, memodifikasi, dan juga melakukan fistribusi ulang baik terkait karya ataupun versi turunannya.
Telaah hukum mengenai copyleft yang terkait secara langsung dengan hukum positif di lndonesia sangatlah terbatas. Pengaturan di bidang hak kekayaan intelektual baik Undang — undang Hak Cipta, UU Paten, UU Desain lndustri, UU Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, maupun regulasi yang terkait dengan bidang hak kekayaan intelektual dan telematika justru lebih identik ataupun lebih condong pada pengaturan dalam bidang copyright dibandingkan copyleft. Copyteft dapat berfungsi sebagai anti thesis Hak Cipta bahwa copyleft lahir sebagai reaksi dari ekspansi copyright Pada Produk software, copyleft memiliki akar epistimologi Yang sama dengan copyright namun dalam hal ini memiliki logika berfikir Yang berbeda dalam hal memaknai hak-hak kekayaan intelektual khususnya pada hak cipta.
Dalam lisensi copyleft ada sebuah kewajiban bagi pihak ketiga untuk menggunakan lisensi copyleft terhadap produk turunannya dan bagi pelaku modifikasi sebuah software yang menggunakan copyleft wajib untuk menyediakan program modifikasinya dalam bentuk bebas (free) dan memberikan source code-nya untuk dapat diakses oleh pihak ketiga. Istilah copyleft diajukan oleh pengacara Free Somare Foundation. Copyleft ini adalah sebuah ide alternatif untuk menggambarkan aktivitas kreatif manusia yang didefinisikan pada hukum hak cipta (Copyright).
Perbedaan Copyright dan Copyleft
1. Copyright
Konsep copyright pada dasarnya membuat suatu aturan dengan adanya Hak Cipta dan setiap orang tidak boleh sembarangan menyebarluaskan hasil ciptaan dan biasanya copyright itu close Source.
Kelebihan Copyright :
1. Banyak Minat dari Developer
2. Menghasilkan Banyak Keuntungan dari Royalti
3. Terlindungi Hasil Ciptaan
Kekurangan Copyright :
1. Mengakibatkan Banyak Pembajakan
2. Tidak Memberikan Source Code (Close Source)
3. Kurang Inovasi Oleh Publik Hanya Perusahaan yang Bisa Berinovasi
4. Harus Membayar Lisensi yang Cukup Mahal untuk Pribadi.
2. Copyleft
Konsep Copyleft pada dasarnya membuat suatu gerakan Open Source pada setiap karya yang diciptakan, menumbuhkan inovasi, keingintahuan yang tinggi dan pentingnya untuk berbagi pengetahuan.
Kelebihan Copyleft :
1. Non Profit (Free Software)
2. Meningkatkan Inovasi
3. Dapat Mengedit Source (Open Source)
4. Memberikan Banyak Manfaat
Kekurangan Copyleft :
1. Sedikit Minat dari Developer
2. Tidak Menghasilkan Profit
3. Harus Berkerja Secara Sukarela Adapun perbandingan lainnya, seperti :
COPYLEFT
Ada untuk memberi Hak Moral
Orang lain dapat memodifikasi karya sehingga menjadi karya baru
Kebebasan untuk menyebarluaskan salinan dari suatu karya
COPYRIGHT
Ada untuk memberi Hak Moral dan Hak Ekonomi
Orang lain tidak dapat memodifikasi karya
Perlu lisensi untuk menyebarluaskan suatu karya
Dalam kegiatannya suatu karya yang dilindungi oleh Hak Cipta (copyright) akan selalu melekat hak ekonomi didalamnya, berbeda dengan copyleft yang bahwasanya tidak melekat hak ekonomi didalamnya. Berbicara mengenai hak ekonomi pada copyright tentu kita tidak asing dengan kata royalti. Adapun yang dimaksud dengan royalti sesuai dengan Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) adalah imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait. Mengenai royalti ini menurut UU Hak Cipta ada lembaga khusus yang menjalankannya yang mana dalam UU Hak Cipta Lembaga Manajemen Koletktif atau bisa disingkat dengan LMK adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak terkait, dan / atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti sebagaiamana bunyi pasal 1 angka 22 UU Hak Cipta. Jika dikaitkan dengan royalti musik, maka copyright-nya diatur dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2), sebagai berikut :
(1) bahwa setiap Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait melalui LMKN.
(2) Bentuk layanan publik yang bersifat komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. seminar dan konferensi komersial;
b. restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotik;
c. konser musik;
d. pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut;
e. pameran dan bazar;
f. bioskop;
g. nada tunggu telepon;
h. bank dan kantor;
i. pertokoan;
j. pusat rekreasi;
k. lembaga penyiaran televisi;
l. lembaga penyiaran radio;
m. hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel; dan
n. usaha karaoke.
Dalam kaitannya dengan royalti musik, hak cipta dalam sebuah musik dan / atau lagu memberi hak ekonomis bagi penciptanya. Untuk musik dan / atau lagu yang diputar di tempat umum seperti halya telah dijelaskan tersebut perlu membayar royalti kepada penciptanya yang diatur secara kolektif oleh negara melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional. Royalti musik ini diatur dalam Peraturan Pemerintah terbaru yaitu PP Nomor 56 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan / atau Musik. Hal ini bermanfaat bagi pencipta lagu untuk mendatangkan nilai ekonomis, khususnya pencipta lagu dan / atau musik.
Copyleft dalam penerapannya, memberikan orang lain untuk merubah atau memodifikasi suatu karya yang merupakan proses yang berkelanjutan dari karya tersebut. Pendistribusian salinan dari suatu lagu dan / atau musik ditiadakan sehingga tidak perlu ada royalti. Penerapan copyleft juga diperlukan agar musik dan / atau lagu tidak di klaim secara sepihak oleh orang lain yang telah memodifikasinya. Suatu karya seperti musik dan/atau lagu yang diterapkan copyleft justru mendatangkan nilai moral yang besar dan membuat pencipta dari suatu karya dikenal oleh masyarakat luas.
disunting oleh Media and Publication Division ( M. Naufal Sudharmawan, Stella Monica, Ranim, Vania Agata, Cinta Samhita)